Tuesday, 13 January 2015

HUBUNGAN KEMAMPUAN BERBAHASA DENGAN KEMAMPUAN BERFIKIR


Berfikir pada dasarnya  merupakan rangkaian proses kognisi yang bersifat pribadi atau pemrosesan informasi yang berlangsung selama munculnya stimulus sampai dengan munculnya respons (morgan, 1989). Dalam proses berfikir digunakan simbol – simbol yang memiliki makna dan arti tertentu bagi masing – masing individu. Kemampuan berbahasa dan kemampuan berfikir saling mempengaruhi satu sama lain.
Seseorang yang rendah kemampuan berfikirnya akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini berakibat sulitnya berkomunikasi. Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan orang lain. Seseorang menyampaikan ide dengan berbahasa dan menangkap ide orang lain juga dengan melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil ide itu merupakan proses berfikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat ketidaktepatan dan kekeburan presepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berfikir jadi tidak benar, dan hal itu disebabkan karena kemampuan berbahasa seseorang yang rendah. Sering kali dikatakan oleh banyak orang bahwa kemampuan berfikir seseorang menentukan dan sekaligus dapat dipahami dari kemampuan bahasanya. Sebaliknya kemampuan berbahasa seseorang merupakan pencerminan dari kemampuan berfikir seseorang.
Meskipun demikian, dalam kasus tertentu ada sejumlah orang yang kemampuan berfikirnya bagus tetapi kemampuan bahasanya kurang. Sebaliknya ada sejumlah orang yang kemampuan bahasanya bagus  tetapi kemampuan berfikirnya tidak sebagus kemampuan bahasanya. Seringkali dijumpai sejumlah orang yang mampu menulis dengan bagus untuk memngekspresikan pemikirannya, tetapi ketika diminta untuk mempersentasikan pikiran – pikirannya justru jadi tidak menarik. Sebaliknya, ada sejumlah orang yang ketika diminta mempresentasikan pikiran-pikirannya sangat menarik dan sangat memukau banyak orang, tetpi ketika diminta menuangkan hasil pikiran-pikirannya dalam tulisan menjadi tidak menarik.